Kamis, 07 Juni 2012

Kegawatdaruratan pada Klien dengan Apendisitis Akut


Kegawatdaruratan pada Klien dengan Apendisitis Akut


A. Pengertian
Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor, diantaranya adalah hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.
Apendisitis akut merupakan kondisi kegawatan yang memerlukan pembedahan. Apendiksitis lebih sering di derita oleh laki-laki daripada orang dewasa. Menurut Brunner dan Suddarth (2002), apendiksitis dapat terjadi pada semua usia dan tersering pada rentang usia 10-30 tahun. Komplikasi yang dikhawatirkan terjadi adalah peritonitis umum, dan abses.
Apendiksitis adalah peradangan pada mukosa apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyebab akut abdomen paling sering (Mansjoer.A, 2000).


B. Etiologi Apendisitis Akut
Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya : 
1. Faktor Obstruksi
Disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, stasis fekal, dan oleh parasit dan cacing.


2. Faktor Bakteri
Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. 


3. Kecenderungan familiar
   Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
   dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
      letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.


4. Faktor ras dan diet
   Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
    sehari-hari.


C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri.
2. Mual dan muntah dengan anoreksia akibat nyeri visceral.
3. Suhu tubuh meningkat (infeksi akut). 
4. Pada infeksi, klien berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, timbul kembung bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada abses apendiks. Posisi klien biasanya miring kesisi yang sakit sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena setiap ekstensi meningkatkan nyeri.

D. Penegakan Diagnosa Apendisitis Akut
Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :
1. Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan anorexia. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.
2. Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya defans muskuler.
3. Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing’s Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg’s Sign) batuk atau mengedan.


4. Survei Primer dan Resusitasi Pada Pasien Apendiksitis
1. Airway (Jalan Nafas)
Airway diatasi terlebih dahulu, selalu ingat bahwa cedera bisa lebih dari satu are tubuh, dan apapun yang ditemukan, harus memprioritaskan airway dan breathing terlebih dahulu. Jaw thrust atau chin lift dapat dilakukan atau dapat juga dipakai naso-pharingeal airway pada pasien yang masih sadar. Bila pasien tidak sadar dan tidak ada gag reflex dapat dipakai guedel. Kontrol jalan nafas pasien dengan airway terganggu karena faktor mekanik, atau ada gangguan ventilasi akibat gangguan ventilasi akibat gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endotracheal, baik oral maupun nasal.


2. Breathing (Pernafasan)
Kaji pernafasan, apakah ventilasi adekuat atau tidak. Berikan oksigen bila pasien tampak kesulitan untuk bernafas atau terjadi pernafasan yang dangkal dan cepat (takipnue).
Pemberian oksigen nasal : pada fase nyeri hebat skala nyeri 3 (0-4), pemberian oksigen nasal 3 L/menit dapat meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri.


3. Circulation
Kaji sirkulasi dengan TTV, bila terjadi mual muntah yang berlebihan sehingga intake cairan kurang, maka penuhi cairan dengan pemasangan infus.


5. Survei Sekunder Pada Pasien apendisitis
1. Kaji nyeri
Perhatikan sifat, progrsivitas dan lokasi nyeri. Biasanya, nyeri yang berlahan-lahan karakteristik untuk peradangan. Nyeri pada apendisitis adalah termasuk nyeri primer atau nyeri viseral dimana nyeri yang berasal dari organ itu sendiri artinya dapat terlokalisir. Nyerinya seperti kram dan gas, nyeri ini makin intens kemudian berkurang.
2. Kaji adanya vomitus, anoreksia, nausea.
3. Kaji adanya diare, karena biasanya diare menyertai apendisitis.
4. Kaji adanya demam (pada pasien peradangan intra abdomen).
5. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
-   Tidak ditemukan gambaran spesifik.
-   Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
- Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses  periapendikuler.
-   Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan.


Palpasi
-  Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
-  Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.


Perkusi
-    pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.


Auskultasi
-   biasanya normal
-  peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata  akibat apendisitis perforata.


Rectal Toucher
- tonus musculus sfingter ani baik
- ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).


Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.



6. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.
- pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.

2. Radiologis
a. Foto polos abdomen.
b. USG.
c. Barium enema.
d. CT-Scan
e. Laparaskopi






7. Penatalaksanaan Apendisitis Akut
   Perawatan Kegawatdaruratan
Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau septicemia.
Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui mulut.
Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia dan pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.


Antibiotik Pre-Operatif
Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan dalam menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.
Pemberian antibiotic spektrum luas untuk  gram negatif dan anaerob diindikasikan.
Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya pembedahan.


Tindakan Operasi
Bila diagnosis klinis sudah jelas, maka tindakan paling tepat adalah apendiktomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik. Penundaan tindakan bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.


8. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi apendiks.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemasukan cairan yang tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia).
3. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, perforasi/ruptur pada apendiks.



Diagnosa keperawatan
1. Nyeri b.d inflamasi pada apendiks.
Tujuan : Nyeri teratasi / hilang.
Kriteria hasil :
a. klien melaporkan rasa sakit atau nyerinya berkurang/terkontrol.
b. wajah tampak rileks.
c. klien dapat tidur/istirahat dengan cukup.
intervensi : 
1.kaji nyeri, catat lokasi, karateristik, beratnya (skala 0-10) selidiki dengan laporan perubahan rasa nyeri dengan tepat.
rasional : untuk menilai keefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
2.pertahankan istirahat dengan posisi semifowler
rasional : gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah, menghilangkan tekanan abdomen sehingga menurunkan nyeri.
3.anjurkan klien napas dalam, (hirup udara dari hidung dan keluarkan melalui mulut).
rasional : Napas dalam, otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat menurunkan nyeri.
4.berikan aktifitas hiburan.
rasional : meningkatkan relaksasi dan dapat menurunkan nyeri.
5.lakukan gate control.
rasional : dengan gate control ransangan nyeri tidak diteruskan ke hipotalamus.
6. Pertahankan puasa /penghisapan NGT ada awal, sesuai program medik.
rasional : Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dan iritasi gaster atau muntah.
7. Berikan analgesik sesuai indikasi.
rasional : Menghilangkan nyeri.
8.berikan kantong es pada abdomen.
rasional : Menghilangkan atau mengurangi nyeri.


2. kekurangan volume cairan b.d pemasukan cairan tidak adekuat (mual,muntah).
Tujuan  : Pemasukan cairan adekuat.
Kriteria hasil :
a. cairan dan elektrolit dalam keadaan seimbang.
b. turgor kulit baik, TTV stabil, membran mukosa lembab.
c. pengeluaran urine adekuat dan normal.
d. pengisian kapiler <3 detik.
intervensi :
1.monitor TTV (suhu, nadi, napas, dan tekanan darah).
rasional :  mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler, indikator secara dini tentang adanya hipovolemi.
2.observasi membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler.
rasional : Perubahan dari normal tanda tersebut indikasi tidak adekuatnya sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
3.awasi masukan dan keluaran, catat warna urine, konsentrasi, BJ urine.
rasional : penurunan keluaran urine pekat dengan peningkatan BJ urine diduga dehidrasi.
4.berikan cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
rasional : Untuk meminimalkan kehilangan cairan.
5.jelaskan agar menghindari makanan/buah-buahan yang meransang mual.
rasional : menghindari adanya pengeluaran cairan peroral atau muntah.
6.berikan perawatan mulut dan bibir dengan sering.
rasional : meminimalkan terjadinya luka pada mukosa mulut, bibir.
7.berikan cairan IV (intravena) dan elektrolit.
rasional : memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.
8.pertahankan penghisapan gaster atau usus.
rasional : untuk dekompensasi usus, meningkatkan istrirahat usus, mencegah muntah.
9.lakukan pemeriksaan cairan dan elektrolit.
rasional : mengetahui kondisi jumlah cairan dan elektrolit tubuh.


3. Resiko tinggi b.d tidak adekuatnya pertahanan tubuh, perforasi/ruptur pada apendiks/post operasi
Tujuan  : tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
a. bebas dari tanda-tanda infeksi.
b. tidak ada drainase purulen.
c. TTV dalam batas normal.
d. hasil lab : leukosit dalam batas normal.
intervensi :
1. monitor tanda-tanda infeksi : perhatikan adanya demam, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
rasional : mengidentifikasi adanya peningkatan suhu sebagai indikator adanya infeksi.
2. Lakukan pencucian tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.
rasional : Menurunkan resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme.
3. Lakukan pencukuran pada area operasi (perut kanan bawah).
rasional : dengan pencukuran klien terhindar dari infeksi post operasi.
4. Anjurkan klien mandi dengan sempurna sebelum operasi.
rasional : Kulit yang bersih dapat mencegah timbulnya mikroorganisme.
5.berikan antibiotik sesuai program terapi.
rasional : menyembuhkan infeksi/mencegah penyebaran infeksi.



DAFTAR PUSTAKA


Alexander, Raymond H. Advanced Trauma Life Support Course for Physicians. 
Aru W, Sudoyo, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.5 Jilid 2. Jakarta : InternalPublishing
Brunner, Suddarth. 2006. Keperawatan MedikalBedah volume 2. Jakarta : EGC
Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Gallo, Hudak. 2010. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC
Hadi, Sujono. 2002. Gastroentrologi cet 2. Bandung : PT. Alumni 
Kidd, Pamela. 2011. Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC.
Krisanty, Paulina. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Newberry, Lorene. 2005. Sheehy’s Manual of Emergency Care ed.6. Oregon : Elsivier Mosby.
Smeltzer, Suzanne C. 2001Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
Suratun. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal cet.1. Jakarta : Trans Info Media.
Wilson, Iorraine dan  Sylvia A. Prince. 2006. Patpfisiologi Volume 1 Edisi 6. Jakarta : EGC





2 komentar:

  1. Untuk terhindar dari penyakit, biasakan pola hidup sehat. Terimakasih untuk informasinya.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus