Kamis, 07 Juni 2012

askep kegawatdaruratan pada trauma abdomen


SUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEGAWATDARURATAN TRAUMA ABDOMEN
A. DEFINISI
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja  (Smeltzer, 2001 : 2476 )

Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen yang meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal.

Trauma perutmerupakanlukapadaisironggaperutdapatterjadidenganatautanpatembusnyadindingperutdimanapadapenanganan/penatalaksanaanlebihbersifatkedaruratandapat pula dilakukantindakanlaparatomi (FKUI, 1995).

Trauma abdomen adalahterjadinyacederaataukerusakanpada organ abdomen yang menyebabkanperubahanfisiologisehinggaterjadigangguanmetabolisme ,kelainanimunologidangangguanfaalberbagai organ.
Trauma adalah cedera atau rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional ( Dorland, 2002 : 2111 )
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja  (Smeltzer, 2001 : 2476 )

B. ETIOLOGI
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Trauma tumpul
- Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu mobil yang melesak ke dalam karena tabrakan.
- Kecelakaan  kendaraan bermotor
- Jatuh  dan trauma secara mendadak
b) Trauma tajam
- Tusukan, tikaman atau tembakan senapan. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 145).
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Laserasi, memar,ekimosis
2. Hipotensi
3. Penurunan bising usus
4. Hemoperitoneum
5. Mual dan muntah
6. Adanya tanda “Bruit”
7. Nyeri
8. Pendarahan
9. Penurunan kesadaran
10. Sesak
11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
12. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada perdarahan retroperitoneal.
13. Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur pelvis
14. Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe. (Scheets, 2002 :  277-278)
Pada hakikatnya gejala dan tanda yang ditimbulkan dapat karena 2 hal:
a. Pecahnya organ solid
Hepar atau lien yang pecah akan menyebabkan perdarahan yang dapat bervariasi dari ringan sampai berat, bahkan kematian.
Gejala dan tandanya adalah :
1. Gejala perdarahan secara umum
Penderita tampak anemis (pucat). Bila perdarahan berat akan timbul gejala dan tanda syok hemoragik.
2. Gejala adanya darah intra-peritonial
a. Penderita akan merasa nyeri abdomen, bervariasi dari ringan sampai nyeri hebat
b. Pada auskultasi biasanya bising usus menurun
c. Pada pemeriksaan abdomen nyeri tekan, ada nyeri lepas dan defans muscular (kekakuan otot) seperti pada peritonitis
d. Pada perkusi akan dapat ditemukan pekak isi yang meninggi.
3. Pecahnya organ berlumen
Pecahnya gaster, usus halus atau kolon akan menimbulkan peritonitis yang dapat timbul cepat sekali atau lebih lambat.

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. Pemeriksaan Diagnostik
b. Trauma Tumpul
1. Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive untuk perdarahan intraretroperitoneal. Harus dilaksanakan oleh  team bedah untuk pasien dengan trauma tumpul multiple dengan hemodinamik yang abnormal, terutama bila dijumpai :
a. Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol, kecanduan obat-obatan.
b. Perubahan sensasi trauma spinal
c. Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis.
Salah satu kontraindikasi untuk DPL adalah adanya indikasi yang jelas untuk laparatomi. Kontraindikasi relative antara lain adanya operasi abdomen sebelumnya, morbid obesity, shirrosis yang lanjut, dan adanya koagulopati sebelumnya.(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 150).
2. Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan mendiagnosa trauma retroperineal maupun (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151).

c. Trauma Tajam
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun thorax foto berulang, thoracoskopi,  laparoskopi maupun pemeriksaan CT scan.
Untuk pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain pemeriksaan fisik serial, CT dengan double atau triple contrast, maupun DPL.
Dengan pemeriksaan diagnostic serial untuk pasien yang mula-mula asimptomatik kemudian menjadi simtomatik, terutama deteksi cedera retroperinel maupun intraperineal untuk luka dibelakang linea axillaries anterior. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151).

2. Pemeriksaan Radiologi
1. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang, setengah tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum, yang kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya bayangan psoas menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal.
2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Rontgen foto thorax tegak bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax, ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal.
3. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus
a. Urethrografi
Urethrografi dilakukan sebelum pemasangan kateter urine bila curigai adanya ruptur urethra.
b. Sistografi
Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik ditentukan dengan pemeriksaan sistografi ataupun CT-Scan sistografi.
c. CT Scan/IVP
CT Scan untuk semua pasien dengan hematuria dan hemodinamik stabil yang dicurigai mengalami sistem urinari.Alternatif lain  adalah pemeriksaan IVP.

3. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
2. Penurunan hematokrit/hemoglobin
3. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
4. Koagulasi : PT,PTT
5. MRI
6. Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
7. CT Scan
8. Radiograf dada  mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan pneumothorax atau fraktur  tulang rusuk VIII-X.
9. Scan limfa
10. Ultrasonogram
11. Peningkatan serum atau amylase urine
12. Peningkatan glucose serum
13. Peningkatan lipase serum
14. DPL (+) untuk amylase
15. Penigkatan WBC
16. Peningkatan amylase serum
17. Elektrolit serum
18. AGD. (ENA,2000:49-55)

E. KOMPLIKASI
1. Trombosis Vena
2. Emboli Pulmonar
3. Stress Ulserasi dan perdarahan
4. Pneumonia
5. Tekanan ulserasi
6. Atelektasis
7. Sepsis (Paul, direvisi tanggal 28 Juli 2008)
8. Pankreas : Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-duodenal, dan perdarahan.
9. Limfa : perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin, diaphoresis, dan syok.
10. Usus : obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.
11. Ginjal : Gagal ginjal akut (GGA) (Catherino, 2003 : 251-253)

F. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN DAN TERAPI PENGOBATAN
Pengelolaan primary survery yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey dan akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC –nya trauma dan berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan berikut:
A: Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervikal spine control)
B: Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi control (ventilation control)
C: Circulation dengan control perdarahan (bleeding control)
D: Disability : status neurologis (tingkat kesadaran/GCS, Respon Pupil)
E: Exposure/environmental control: buka baju penderita tetapi cegah hipotermia
Tindakan keperawatan yang dilakukan tentu mengacu pada ABCDE.
1. Yakinkan airway dan breathing clear.
2. Kaji circulation dan control perdarahan dimana nadi biasanya lemah, kecil, dan cepat .
3. Tekanan darah sistolik dan diastole menunjukkan adanya tanda syok hipovolemik, hitung MAP, CRT lebih dari 3 detik maka perlu segera pasang intra venous line berikan cairan kristaloid Ringer Laktat untuk dewasa pemberian awal 2 liter, dan pada anak 20cc/kgg, bila pada anak sulit pemasangan intra venous line bisa dilakukan pemberian cairan melalui akses intra oseus tetapi ini dilakukan pada anak yang umurnya kurang dari 6 tahun.
4. Setelah pemberian cairan pertama lihat tanda-tanda vital. Bila sudah pasti ada perdarahan maka kehilangan 1 cc darah harus diganti dengan 9cairan kristaloid 3 cc atau bila kehilangan darah 1 cc maka diganti dengan darah 1 cc (sejumlah perdarahan).
5. Setelah itu kaji disability dengan menilai tingkat kesadaran klien baik dengan menilai menggunakan skala AVPU:  Alert (klien sadar), Verbal (klien berespon dengan dipanggil namanya), Pain (klien baru berespon dengan menggunakan rangsang nyeri) dan Unrespon (klien tidak berespon baik dengan verbal ataupun dengan rangsang nyeri).
6. Eksposure dan environment control buka pakaian klien lihat adanya jejas, perdarahan dan bila ada perdarahan perlu segera ditangani bisa dengan balut tekan atau segera untuk masuk ke kamar operasi untuk dilakukan laparotomy eksplorasi.
7. Secondary survey dari kasus ini dilakukan kembali pengkajian secara head totoe,  dan observasi hemodinamik klien setiap 15 – 30 menit sekali meliputi tanda-tanda vital (TD,Nadi, Respirasi), selanjutnya bila stabil dan membaik bisa dilanjutkan dengan observasi setiap 1 jam sekali.
8. Pasang cateter untuk menilai output cairan, terapi cairan yang diberikan dan tentu saja hal penting lainnya adalah untuk melihat adanya perdarahan pada urine.
9. Pasien dipuasakan dan dipasang NGT (Nasogastrik tube) untuk membersihkan perdarahan saluran cerna, meminimalkan resiko mual dan aspirasi, serta bila tidak ada kontra indikasi dapat dilakukan lavage.
10. Observasi status mental, vomitus, nausea, rigid/kaku/, bising usus, urin output setiap 15 – 30 menit sekali. Catat dan laporkan segera bila terjadi perubahan secra cepat seperti tanda-tanda peritonitis dan perdarahan.
11. Jelaskan keadaan penyakit dan  prosedur perawatan pada pasien bila memungkinkan atau kepada penanggung jawab pasien hal ini dimungkinkan untuk meminimalkan tingkat kecemasan klien dan keluarga.
12. Kolaborasi pemasangan Central Venous Pressure (CVP) untuk melihat status hidrasi klien, pemberian antibiotika, analgesic dan tindakan pemeriksaan yang diperlukan untuk mendukung pada diagnosis seperti laboratorium (AGD, hematology, PT,APTT, hitung jenis leukosit dll), pemeriksaan radiology dan bila perlu kolaborasikan setelah pasti untuk tindakan operasi laparatomi eksplorasi.

ALGORITMA PENANGANAN PASIEN DENGAN TRAUMA ABDOMEN
Gambar 2 ( http://www.imagingpathways.health.wa.gov.au/includes/images/abd_trau.gif )

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEGAWATDARURATAN TRAUMA ABDOMEN
1. PengkajianKeperawatan
A. primer
Airway
Pengkajian
Pastikanbahwapasienmemilikijalannapas yang lancar
-Intervensi
1. Bersihkanjalannapasdangunakantambahan lain seperti yang dianjurkan
Breathing
Pengkajian
Evaluasirespirasi rate, kedalamannapas, keefektifandalambernapas, dancarakerjadalamBernapasmempertimbangkankemungkinanterjadinyacederatorakssecarabersamaan
-Intervensi :
1.Berikanoksigen via NRFM atau ETT
2.Bantuventilasi yang diperlukandengan masker katuptasatauventilasimekanis
Circulation
Pengkajian
Kaji status peredarandarah :nadi, tanda-tandapadakulit, tekanandarah. Pasiendengan  Trauma abdomen dapatkehilangandarahdalamjumlah yang banyak.
-Intervensi :
1.Pasangduaataulebihborbesar (ukuran 14-16) kateterintravena
2.Beri infuse hangat, cairanisotoniskristaloid : cairan ringer laktatatau normal salin
3.Berikan transfuse darah yang diperlukan : seldarahmerahataukomponendarahlainnya
4.Karenaberpotensi, bolus cairandapatdigunakkanuntukmenggantikangumpalanbaru yang terbentuk. Resusitasicairanpadapasiendengan trauma abdomen masih controversial.Kelolacairan yang diberikanberdasarkanhasildan status klinispasien
5.Pertimbangkan central line (subklaviaataujugularis), penempatanpadapasienkadangtidakstabil, inibisadilakukanuntuk infuse danpemantauan vena sentral.

B. Pengkajian Secondary
Identifikasimekanismedari trauma dankejadianprehospital (kecelakaan, jatuhdariketinggian, jenisdanukuransenjatabila trauma diakibatkanolehsenjata, waktusemenjakterjadinya injury, perkiraankehilangandarah/perdarahan )
Tentukanriwayatkesehatan :
1.Inspeksibagian anterior dan posterior abdomen untukmengidentifikasiluka
2.Cekbagian injury mayor untukbagiantubuh yang lain
-Intervensi :
1.Pasangorogastrikataunasogastrik tube untukdekompresiperut
2.Pasangfolleykateterdan monitoring output
3.Tutuplukaterbukapada abdomen denganverbansteril
Pengkajian secondary, pemeriksaan abdomen harus dilakukan teliti, secara sistematis dalam urutan standar, inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpitasi. Temuan ini, baik positif positif atau negatif, harus didokumentasikan secara hati-hati dalam catatan medis.
1. inspeksi
Pasien harus benar-benar telanjang. Perut bagian anterior dan posterior serta dada bagian bawah dan perineum harus diperiksa untuk abrasi, luka gores luka memar, dan luka tembus. Pasien dapat kontinyu bergulir untuk memfasilitasi pemeriksaan lengkap.
2. auskultasi
Abdomen harus diauskultasi untuk mengetahui ada atau tidak adanya bising usus. Darah intraperitoneal bebas  atau isi enterik dapat menghasilkan ileus, yang mengakibatkan hilangnya bising usus. Namun, ileus juga dapat terjadi dari cedera perut ekstra. Yaitu, tulang rusuk, tulang belakang, dan patah tulang panggul.
3. Perkusi
Perkusi dari perut setelah cedera ini dilakukan terutama untuk elict kelembutan rebound yang halus. Manuver yang menghasilkan gerak sedikit peritoneum dan menghasilkan hasil yang serupa dengan meminta pasien untuk batuk.
4. palpitasi
Palpitasi pada trauma abdomen menghasilkan informasi subjektif dan objektif. Temuan meliputi penilaian subjektif pasien dari lokasi pasien serta besarnya. Nyeri viseral awal biasanya di asal, dan karena itu, buruk terlokalisasi. Menegang dengan sendirinya dengan hasil otot perut dari ketakutan akan rasa sakit dan mungkin tidak mewakili cedera yang signifikan. Otot tak sadar menjaga, di sisi lain adalah tanda yang dapat diandalkan iritasi peritoneal . nyeri yang berat yang tegas menunjukkan didirikan peritonitis.
5. pemeriksaan rektal
Pemeriksaan dubur digital merupakan komponen penting dari penilaian perut. Tujuan penilaian utama untuk luka penetrasi adalah untuk mencari darah yang banyak perforasi usus yang ditunjukkan dan untuk memastikan integritas sfingter tulang belakang. Setelah trauma tumpul, dinding rektum juga harus dipalpitasi untuk mendeteksi unsur-unsur tulang retak dan posisi prostat. Sebuah prostat tinggi mungkin menunjukkan gangguan uretra posterior.
6. pemeriksaan vagina
Laserasi pada vagina dapat terjadi karena luka tembus atau fragmen tulang dari patah tulang panggul.
Implikasi dari perdarahan vagina pada pasien yang sedang hamil dapat dilihat pada trauma kehamilan
7. penis pemeriksaan
Laserasi uretra harus dicurigai jika darah hadir pada meatus uretra. Pemeriksaan positif adalah tanda klinis yang paling dapat diandalkan trauma intra abdomen yang signifikan.



2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan

1. Perdarahan b.d trauma abdomen.
tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 4 jam diharapkan perdarahan dapat dihentikan/teratasi
kriteria hasil :
1. Tanda-tanda perdarahan (-)
2. TTV normal
( Nadi = 60-100 x/menit ;
TD = 110-140/70-90 mmHg ; Suhu  = 36, 5 – 37, 50 C ; dan RR = 16-24 x/menit)
3. CRT < 2 detik
4. Akral hangat
intervensi :
Mandiri :
1. Pantau TTV
rasional : Mengidentifikasi kondisi pasien.
2. Pantau tanda-tanda perdarahan.
rasional : Mengidentifikasi adanya perdarahan, membantu dalam pemberian intervensi yang tepat.
3. Pantau tanda-tanda perubahan sirkulasi ke jaringan perifer (CRT dan sianosis).
rasional : Mengetahui keadekuatan aliran darah.
Kolaborasi :
1. Pantau hasil laboratorium (trombosit).
rasional : Trombosit sebagai indicator pembekuan darah.
2. Kolaborasi pemberian cairan IV (cairan kristaloid NS/RL) sesuai indikasi.
rasional : Membantu pemenuhan cairan dalam tubuh.
3. Berikan obat antikoagulan, ex : LMWH ( Low Molecul With Heparin).
rasional : Mencegah perdarahan lebih lanjut.
4. Berikan transfusi darah.
rasional : Membantu memenuhi kebutuhan darah dalam tubuh.
5. Lakukan tindakan pembedahan jika diperlukan sesuai indikasi.
rasional : Membantu untuk menghentikan perdarahan dengan menutup area luka.

2. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d gangguan integritas kulit, menurunnya proteksi tubuh terhadap infeksitujuan : Infeksi tidak terjadi / terkontrol
kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
2. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD 140-90/90-60 mmHg,    nadi 60-100 x/menit,         RR : 16-20 x/menit, suhu 36,50 – 37,50 oC)
intervensi :
Mandiri :
1. Pantau tanda-tanda vital
rasional : Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutamabila suhu tubuh meningkat
2. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
rasional : Mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
3. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, darinase luka, dll.
rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.
Kolaborasi :
1. Pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
rasional : Penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
2. Pemberian  antibiotik
rasional : Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

3. Nyeri akut b.d trauma / diskontinui-tas jaringan.
tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 10 menit diharapkan nyeri yang dialami pasien terkontrol
kriteria hasil :
1. Pasien melaporkan nyeri berkurang
2. Pasien tampak rileks
3. TTV dalam batas normal (TD 140-90/90-60 mmHg,    nadi 60-100 x/menit,         RR : 16-20 x/menit, suhu 36, 5 – 37, 50 OC)
intervensi :
Mandiri :
1. Kaji nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, qualitas.
rasional : Mempengaruhi pilihan/ pengawasan keefektifan intervensi.
2. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya perubahan posisi, masase.
rasional : Tindakan alternative untuk mengontrol nyeri
3. Ajarkan menggunakan teknik non-analgetik (relaksasi progresif, latihan napas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan terapeutik, akupresure)
rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat meningkatkan kekuatan otot; dapat meningkatkan harga diri dan kemampuan koping.
4. Berikan lingkungan yang nyaman.
rasional : Menurunkan stimulus nyeri.
Kolaborasi :
1. Berikan obat sesuai indikasi : relaksan otot, misalnya : dantren; analgesik
rasional : Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme/nyeri otot.

4. Pola napas tidak efektif b.d hiperventi-lasi ditandai dengan sesak, dispnea, penggunaan otot bantu napas, napas cuping hidung
tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1 x 10 menit diharapkan pola nafas pasien kembali efektif
kriteria hasil :
1. Pasien melaporkan sesak berkurang
2. Dispnea (-)
3. Penggunaan otot bantu napas  (-)
4. Napas cuping hidung (-)
intervensi :
Mandiri
1. Pantau adanya sesak atau dispnea.
rasional : Mengetahui keadaan breathing pasien
2. Monitor usaha pernapasan, pengembangan dada, keteraturan pernapasan, napas cuping dan penggunaan otot bantu pernapasan
rasional : Mengetahui derajat gangguan yang terjadi, dan menentukan intervensi yang tepat
3. Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
rasional : Meningkatkan ekspansi dinding dada
4. Ajarkan klien napas dalam
rasional : Meningkatkan kenyamanan
Kolaborasi
1. Berikan O2 sesuai indikasi
rasional : Memenuhi kebutuhan O2
2. Bantu intubasi jika pernapasan semakin memburuk dan siapkan pemasangan ventilator sesuai indikasi
rasional : Membantu pernapasan adekuat

3. Evaluasi
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah:
1. Pendarahan dapat terhenti.
2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol.
3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.
4. Pasien memiliki cukup oksigen sehingga kebutuhan oksigen tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, Raymond H. Advanced Trauma Life Support Course for Physicians. 
Aru W, Sudoyo, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.5 Jilid 2. Jakarta : InternalPublishing
Brunner, Suddarth. 2006. Keperawatan MedikalBedah volume 2. Jakarta : EGC
Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Gallo, Hudak. 2010. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC
Hadi, Sujono. 2002. Gastroentrologi cet 2. Bandung : PT. Alumni 
Kidd, Pamela. 2011. Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC.
Krisanty, Paulina. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Newberry, Lorene. 2005. Sheehy’s Manual of Emergency Care ed.6. Oregon : Elsivier Mosby.
Smeltzer, Suzanne C. 2001Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
Suratun. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal cet.1. Jakarta : Trans Info Media.
Wilson, Iorraine dan  Sylvia A. Prince. 2006. Patpfisiologi Volume 1 Edisi 6. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar