KONSEP DASAR KELUARGA
2.1 Tipe Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan
kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan. Sesuai dengan
perkembangan sosial maka tipe keluarga berkembang mengikutinya. Agar dapat
mengupayakan peran serta keluarga maka perawat perlu mengetahui berbagai tipe
keluarga.
Berikut
ini akan disampaikan berbagai tipe keluarga :
1. Tipe
Keluarga Tradisional
a. Keluarga
Inti
Yaitu suatu rumah
tangga yang terdiri dari suami, istri, dan anak (kandung atau angkat).
b. Keluarga
Besar
Yaitu keluarga inti
ditambah dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek,
nenek, keponakan, paman, dan bibi.
c. Keluarga
“ Dyad ”
Yaitu suatu rumah
tangga yang terdiri dari suami dan istri tanpa anak.
d. “
Single Parent ”
Yaitu suatu rumah
tangga yang terdiri dari satu orang tua (ayah/ ibu) dengan anak (kandung/
angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian.
e. “
Single Adult ”
Yaitu suatu rumah tangga yang hanya
terdiri dari seorang dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian
tinggal kost untuk bekerja atau kuliah).
2. Tipe
Keluarga Non Tradisional
a. The
Unmarriedteenage Mother
Keluarga yang terdiri
dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b. The
Stepparent Family
Keluarga dengan orang
tua tiri.
c. Commune
Family
Beberapa pasangan
keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara hidup bersama dalam
suatu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama: sosialisasi
anak dengan melalui aktivitas kelompok atau membesarkan anak bersama.
d. The
Non Marital Heterosexual Cohabiting Family
Keluarga yang hidup
bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
e. Gay
and Lesbian Family
Seseorang yang mempunyai
persamaan sex hidup bersama sebagaimana suami-istri (marital partner).
f. Cohabiting
Couple
Orang dewasa yang hidup
bersama diluar ikatan perkawinan dengan alasan tertentu.
g. Group-marriage
Family
Beberapa orang dewasa
menggunakan alat-alat rumah tangga bersama yang saling merasa sudah menikah,
berbagi sesuatu termasuk seksual dan membesarkan anaknya.
h. Group
Network Family
Keluarga inti yang
dibatasi set aturan atau nilai-nilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama
lainnya dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan,
dan tanggung jawab membesarkan anaknya.
i.
Foster Family
Keluarga menerima anak
yang tidak ada hubungan keluarga atau saudara didalam waktu sementara, pada
saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali
keluarga yang aslinya.
j.
Homeless Family
Keluarga yang terbentuk
dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis personal yang
dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
k. Gang
Sebuah bentuk keluarga
yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan
keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal
dalam hidupnya.
Bagaimana
di Negara kita Indonesia ?
Dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1992
disebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat, yang terdiri
dari suami, istri dan anak atau ayah, ibu dan anak. Dalam konteks pembangunan,
Indonesia bertujuan ingin menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera.
Keluarga sejahtera dalam Undang-Undang No. 10 disebut sebagai keluarga yang
dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, dan mampu memenuhi kebutuhan
hidup spiritual dan material, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
hubungan yang serasi, selaras, seimbang antar anggota dan dengan masyarakat.
Pembagian sistem keluarga bergantung
pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan. Secara tradisional
keluarga dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Keluarga
inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dan anak
yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
2. Keluarga
besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain
yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).
Namun, dengan perkembangan peran
individu dan meningkatnya rasa individualism, pengelompokkan tipe keluarga
selain dua diatas berkembang menjadi :
1. Keluarga
bentukan kembali (dyadic family) adalah keluarga baru yang terbentuk dari
pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya. Keadaan ini di Indonesia
juga menjadi tren karena adanya pengaruh gaya hidup barat yang pada zaman
dahulu jarang sekali ditemui sehingga seorang yang telah cerai atau ditinggal
pasangannya cenderung hidup sendiri untuk membesarkan anak-anaknya.
2. Orang
tua tunggal (single parent family) adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat
perceraian atau ditinggal pasangannya.
3. Ibu
dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother).
4. Orang
dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah
(the single adult living alone). Kecenderungan di Indonesia juga meningkat
dengan dalih tidak mau direpotkan oleh pasangan atau anaknya kelak jika
menikah.
5. Keluarga
dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non-marital heterosexual
cohabiting family). Biasanya dapat dijumpai
pada daerah kumuh perkotaan (besar), tetapi pada akhirnya mereka
dinikahkan oleh pemerintah daerah (kabupaten atau kota) meskipun usia pasangan
tersebut telah tua demi stasus anak-anaknya.
6. Keluarga
yang dibentuk oleh pasangan berjenis kelamin sama (gay and lesbian family).
2.2 Struktur Keluarga
Struktur keluarga dapat menggambarkan
bagaimana keluarga melakukan fungsi keluarga di masyarakat sekitarnya. Parad
dan Caplan (1965) yang diadopsi oleh Friedmen mengatakan ada empat elemen
struktur keluaraga, yaitu;
1. Struktur peran keluarga,
menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam keluarga sendiri dan
perannya di lingkungan masyarakat atau peran formal atau informal.
2. Nilai atau norma keluarga,
menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini oleh keluarga,
khususnya yang berhubungan dengan kesehatan.
3. Pola komunikasi keluarga, menggambarkan
bagaimana cara dan pola komunikasi ayah-ibu (orang tua), orang tua dengan anak,
anak dengan anak, dan anggota keluarga lain (pada keluarga besar) dengan inti
keluarga.
4. Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan
kemampuan anggota keluarga untuk mempengarui dan mengendalikan orang lain untuk
mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.
Struktur keluarga ini nantinya perlu
dikaji oleh perawat yang memberikan asuhan. Berdasarkan keempat elemen dalam
struktur keluarga, diasumsi bahwa ( Lisli & Korman, 1989; Parsons &
Bales, 1955):
1. Keluarga
merupakan sistem sosial yang memiliki fungsi sendiri.
2. Keluarga
merupakan sistem sosial yang mampu menyelesaikan masalah individu dan
lingkungannya.
3. keluarga
merupakan suatu kelompok kecil yang dapat mempengaruhi kelompok lain.
4. Perilaku
individu yang ditampakkan merupakan gambaran dari nilai dan norma yang berlaku
dalam keluarga.
Berdasarkan kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan psikososial, kemampuan memenuhi ekonominya,
dan aktualisasi keluarga di masyarakat, serta memperhatikan negara Indonesia
menuju negara industri, Indonesia menginginkan terwujudnya Keluarga Sejahtara.
Di Indonesia keluarga dikelompokkan menjadi lima tahap, yaitu:
1. Keluarga prasejahtera
adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, yaitu
kebutuhan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, kesehatan, atau keluarga
yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator Keluarga Sejahtera
tahap 1.
2.
Keluarga
sejahtera tahap I (KS I) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan
dasar secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan
pendidikan, keluarga berencana (KB), interaksi dalam keluarga, interaksi dengan
lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.
Indikator Keluarga Sejahtera Tahap I:
1. Melaksanakan ibadah menurut agama masing - masing yang
dianut
2. Makan dua kali sehari atau lebih
3. Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan
4. Lantai rumah bukan dari tanah
5. Kesehatan (anak sakit atau pasangan usia subur (PUS)
ingin ber KB dibawa ke sarana/petugas kesehatan.
3.
Keluarga
Sejahtera Tahap II (KS II) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan
dasar secara minimal serta telah memenuhi seluruh kebutuhan sosial
psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi pengembangan, yaitu kebutuhan untuk
menabung dan memperoleh informasi.
Indikator Keluarga Sejahtera Tahap II:
1.
Melaksanakan
ibadah menurut agama masing - masing yang dianut
2.
Makan
dua kali sehari atau lebih
3.
Pakaian
yang berbeda untuk berbagai keperluan
4.
Lantai
rumah bukan dari tanah
5.
Kesehatan
(anak sakit atau pasangan usia subur (PUS) ingin ber KB dibawa ke sarana/ petugas kesehatan
6.
Anggota
keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama masing - masing yang
dianut
7.
Makan
daging/ikan/telur sebagai lauk paling kurang sekali dalam seminggu
8.
Memperoleh
pakaian baru
dalam satu tahun terakhir
9.
Luas
lantai tiap penghuni rumah 8 m persegi perorang
10. Anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir
sehingga dapat melaksanakan fungsi masing – masing
11. Keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai
penghasilan tetap
12. Bisa baca tulis latin bagi seluruh anggota keluarga
dewasa yang berumur 10 sampai dengan 60 tahun
13. Anak usia sekolah (7-15 tahun ) bersekolah
14. Anak hidup dua atau lebih, keluarga masih PUS, saat
ini memakai kontrasepsi
4.
Keluarga
Sejahtera Tahap III (KS III) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan pengembangan, tetapi belum dapat
memberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat secara
teratur (dalam waktu tertentu) dalam bentuk material dan keuangan untuk sosial
kemasyarakatan, juga berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus
lembaga kemasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga,
pendidikan, dan lain sebagainya.
Indikator Keluarga Sejahtera Tahap III:
1. Melaksanakan ibadah menurut agama masing - masing yang
dianut
2. Makan dua kali sehari atau lebih
3. Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan
4. Lantai rumah bukan dari tanah
5. Kesehatan (anak sakit atau pasangan usia subur (PUS)
ingin ber KB dibawa ke sarana/petugas kesehatan)
6. Angota keluarga melakukan ibadah secara teratur
menurut agama masing - masing yang dianut
7. Makan daging/ikan/telur sebagai lauk paling kurang
sekali dalam seminggu
8. Memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir
9. Luas lantai tiap penghuni rumah 8 m persegi perorang
10. Anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir
sehingga dapat melaksanakan fungsi masing – masing
11. Keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai
penghasilan tetap
12. Bisa baca tulis latin bagi seluruh anggota keluarga
dewasa yang berumur 10 sampai dengan 60 tahun
13. Anak usia sekolah (7-15 tahun ) bersekolah
14. Anak hidup dua atau lebih, keluarga masih PUS, saat ini
memakai kontrasepsi
15. Upaya keluarga untuk meningkatkan/menambah pengetahuan
agama
16. Keluarga mempunyai tabungan
17. Makan bersama paling kurang sekali sehari
18. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat
19. Rekreasi bersama/penyegaran paling kurang dalam 6
bulan
20. Memperoleh berita dari surat kabar, radio, televisi,
dan majalah
21. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi
5.
Keluarga
Sejahtera III (KS III plus) adalah keluarga yang bersifat dapat memenuhi
seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis. Maupun
pengembangan, serta telah mampu memberikan sumbangan yang nyata dan
berkelanjutan bagi masyarakat.
Indikator Keluarga Sejahtera Tahap III Plus:
1. Melaksanakan ibadah menurut agama masing - masing yang
dianut
2. Makan dua kali sehari atau lebih
3. Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan
4. Lantai rumah bukan dari tanah
5. Kesehatan (anak sakit atau pasangan usia subur (PUS)
ingin ber KB dibawa ke sarana/petugas kesehatan)
6. Angota keluarga melakukan ibadah secara teratur
menurut agama masing - masing yang dianut
7. Makan daging/ikan/telur sebagai lauk paling kurang
sekali dalam seminggu
8. Memperoleh pakaian batu dalam satu tahun terakhir
9. Luas lantai tiap penghuni rumah 8 m persegi perorang
10. Anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir
sehingga dapat melaksanakan fungsi masing – masing
11. Keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai
penghasilan tetap
12. Bisa baca tulis latin bagi seluruh anggota keluarga
dewasa yang berumur 10 sampai dengan 60 tahun
13. Anak usia sekolah (7-15 tahun ) bersekolah
14. Anak hidup dua atau lebih, keluarga masih PUS, saat
ini memakai kontrasepsi
15. Upaya keluarga untuk meningkatkan/menambah pengetahuan
agama
16. Keluarga mempunyai tabungan
17. Makan bersama paling kurang sekali sehari
18. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat
19. Rekreasi bersama/penyegaran paling kurang dalam 6
bulan
20. Memperoleh berita dari surat kabar, radio, televisi,
dan majalah
21. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi
22. Memberikan sumbangan secara teratur (waktu tertentu)
dan sukarela dalam bentuk material kepada masyarakat
23. Aktif sebagai pengurus yayasan/panti
Penduduk miskin
di Indonesia telah ada puluhan tahun yang lalu. Tahun 1970, proporsi penduduk
miskin sekitar 60%, tahun 1996 manjadi 11%, dan tahun 1998 menunjukkan proporsi
keluarga miskin meningkat kembali manjadi 39%. Survei Biro Pusat statistik
akhir Desember tahun 199x menunjukkan keluaga miskin sekitar 24,2 %.
Kecenderungan tingginya keluarga miskin di Indonesia akibat adanya krisis
ekonomi yang melanda negara - negara Asia termasuk Indonesia.
Dari batasan
yang diatas, keluarga miskin adalah yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan
yang sah, yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup material yang layak
khususnya di bidang kesehatan, pendidikan, sandang, dan pangan (Rhina, 1999).
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomer 3 tahun 1996 tentang Pembangunan Keluarga
Sejahtera Dalam Rangka Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan, keluarga miskin
adalah keluarga prasejahtera dan keluraga sejahtera I (KS I). Tahun 2000 Badan
Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menetapkan sembilan indikator
keluarga miskin.
Indikator Keluarga Miskin:
1. Tidak bisa makan dua kali sehari atau lebih
2. Tidak bisa menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk
paling kurang seminggu sekali
3.
Tidak
bisa memiliki pakaian yang berbeda untuk setiap aktivitas
4.
Tidak
bisa memperoleh pakaian baru minimal satu stel
setahun sekali
5.
Bagian
terluas lantai rumah dari tanah
6.
Luas
lantai rumah kurang dari delapan meter persegi untuk setiap penghuni rumah.
7.
Tidak
ada anggota keluarga berusia 15 tahun mempunyai penghasilan tetap.
8.
Bila
anak sakit/PUS ingin ber KB tidak bisa ke fasilitas kesehatan
9.
Anak
berumur 7-15 tahun tidak bersekolah
2.3 Fungsi Keluarga
Fungsi
keluarga menurut Allender 1998
1. Affection
a. Menciptakan
suasana persaudaraan atau menjaga perasaan
b. Mengembangkan
kehidupan sexual dan kebutuhan sexual
c. Menambah
anggota baru
2. Security
and acceptance
a. Mempertahankan
kebutuhan fisik
b. Menerima
individu sebagai anggota
3. Identity
and satisfaction
a. Mempertahankan
motivasi
b. Mengembangkan
peran dan self image
c. Mengidentifikasi
tingkat sosial dan kepuasan aktifitas
4. Affiliation
and companionship
a. Mengembangkan
pola komunikasi
b. Mempertahankan
hubungan yang harmonis
5. Socialization
a. Mengenal
kultur (nilai dan perilaku)
b. Aturan
atau pedoman hubungan internal dan eksternal
c. Melepas
anggota
6. Controls
a. Mempertahankan
kontrol sosial
b. Adanya
pembagian kerja
c. Menempatkan
dan menggunakan sumber daya yang ada
Fungsi
keluarga yang berhubungan dengan struktur
a. Struktur
legalisasi
Masing-masing keluarga mempunyai hak
yang sama dalam menyampaikan pendapat (demokrasi).
b. Struktur
yang hangat, menerima dan toleransi
c. Struktur
yang terbuka dan anggota keluarga yang terbuka: mendorong kejujuran dan
kebenaran (Honesty dan authenticity).
d. Struktur:
suka melawan dan tergantung pada peraturan.
e. Struktur
yang bebas: tidak ada peraturan yang memaksa (permissiveness).
f. Struktur
yang kasar: abuse (menyiksa, sukar berteman).
g. Suasana
yang dingin (isolasi, sukar berteman).
h. Disorganisasi
keluarga (disfungsi individu, stress emosional).
2.4 Tugas dan Tahap Perkembangan Keluarga
Menurut
Duval, daur atau siklus kehidupan keluarga terdiri dari delapan tahap
perkembangan yang mempunyai tugas dan resiko tertentu pada tiap tahap
perkembangannya.
1. Tahap
I, pasangan baru menikah (keluarga baru). Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini adalah membina hubungan perkawinan yang saling memuaskan, membina
hubungan harmonis dengan saudara dan kerabat dan merencanakan keluarga
(termasuk merencanakan jumlah anak.)
2. Tahap
2, menanti kelahiran (child bearing family) atau anak tertua adalah bayi
berusia kurang dari satu bulan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini
adalah menyiapkan anggota keluarga baru (bayi dalam keluarga) membagi waktu
untuk individu, pasangan, dan keluarga.
3. Tahap
3, keluarga dengan anak pra sekolah, atau anak tertua 2.5-6 tahun. Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyatukan kebutuhan masing-masing
anggota keluarga, antara lain ruang atau kamar pribadi dan keamanan,
mensosialisasikan anak-anak, menyatukan keinginan anak-anak yang berbeda, dan
mempertahankan hubungan yang “sehat” dalam keluarga.
4. Tahap
4, keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua berusia 7-12 tahun. Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah mensosialisasikan anak-anak
termasuk membantu anak- anak termasuk membantu anak-anak mencapai prestasi yang
baik di sekolah, membantu anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya,
mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, dan memenuhi kebutuhan
kesehatan masing-masing anggota keluarga.
5. Tahap
5, keluarga dengan anak remaja tertua 13-20 tahun. Tugas utama keluarga pada
tahap ini adalah mengimbangi kebebasan remaja dengan tanggung jawab yang
sejalan dengan maturitas remaja, memfokuskan kembali hubungan perkawinan, dan
melakukan komunikasi yang terbuka diantara orang tua dan anak-anak remaja.
6. Tahap
6, keluarga dengan anak dewasa (pelepasan). Tugas erkembangan keluarga pada
tahap ini adalah menambah anggota keluarga dengan kehadiran anggota keluarga
baru melalui pernikahan anak-anak yang telah dewasa, menata kembali hubungan
perkawinan, menyiapkan datangnya proses penuaan, termasuk timbulnya
masalah-masalah kesehatan.
7. Tahap
7, keluarga usia pertengahan. Tugas keluarga pada tahap ini ialah mempertahankan
kontak dengan anak- dan cucu, memperkuat hubungan perkawinan, dan meningkatkan
usaha promosi kesehatan.
8. Tahap
8, keluarga usia lanjut. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
menata kembali kehidupan yang memuaskan, menyesuaikan kehidupa dengan
penghasian yang berkurang, mempertahankan hubungan perkawinan, menerima
kehilangan pasangan, mempertahankan kontak dengan masyarakat, dan menemukan
arti hidup.
Bukan hanya individu saja yang memilki
tahap perkembangan, keluarga pun memiliki tahap perkembangan dengan berbagai
tugas perkembangan yang harus diselesaikan pada tahapnya. Ada perbedaan
pembagian tahap perkembangan menurut Carter dan McGoldrick (1989) dan Duvall
(1985).
Perbedaan Tahap Perkembangan
|
|
Carter dan McGoldrickn (family therapy perspective, 1989)
|
Duval (sociological perspekctive,
1985)
|
1.
Keluarga antara : masa bebas
(pacaran) dewasa muda
|
Tidak diidentifikasi karena periode
waktu antara dewasa dan menikah tak dapat ditentukan
|
2.
Terbentuknya keluarga baru
melalui suatu perkawinan
|
1.
Keluarga baru menikah
|
3.
Keluarga yang memiliki anak usia
muda (anak usia bayi sampai usia sekolah)
|
2.
Keluarga dengan anak baru lahir
(usia anak tertua sampai 30 bulan)
3.
Keluarga dengan anak pra sekolah
(usia anak tertua 2,5-5 tahun)
4.
Keluarga dengan anak usia sekolah
(usia anak tertua 6-12 tahun)
|
4.
Keluarga yang memiliki anak
dewasa
|
5.
Keluarga dengan anak remaja (usia
anak tertua 13-20 tahun)
|
5.
Keluarga yang mulai melepas
anaknya keluar rumah
|
6.
Keluarga mulai melepas anaknya
sebagai dewasa (anak-anaknya mulai meninggalkan rumah)
7.
Keluarga yang hanya terdiri dari
orang tua saja/keluarga usia pertengahan (semua anak meninggalkan rumah)
|
6.
Keluarga lansia
|
8.
Keluarga lansia
|
Berubahnya tahap perkembangan keluarga
diikuti dengan perubahan tugas perkembangan keluarga dengan berpedoman pada
fungsi yang dimiliki keluarga. Gambaran tugas perkembangan keluarga dapat
dilihat sesuai tahap perkembangannya.
Tugas perkembangan keluarga sesuai
tahap perkembangan
|
|
Tahap perkembangan
|
Tugas perkembangan (utama)
|
1.
Keluarga baru menikah
|
·
Membina hubungan intim yang
memuaskan
·
Membina hubungan dengan keluarga
lain , teman, dan kelompok sosial
·
Mendiskusikan rencana memiliki
anak
|
2.
Keluarga dengan anak baru lahir
|
·
Mempersiapkan menjadi orang tua
·
Adaptasi dengan perubahan adanya
anggota keluarga, interaksi keluarga, hubungan seksual, dan kegiatan
·
Mempertahankan hubungan dalam
rangka memuaskan pasangannya
|
3.
Keluarga dengan anak usia pra
sekolah
|
·
Memenuhi kebutuhan anggota
keluarga misal kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman.
·
Membantu anak bersosialisasi
·
Beradaptasi dengan anak yang baru
lahir, sementara kebutuhan anak yang lain (tua) juga harus terpenuhi
·
Mempertahankan hubungan yang
sehat, baik di dalam atau luar keluarga (keluarga lain dan
lingkungannsekitar)
·
Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (biasanya
keluarga mempunyai tingkat kerepotan yang tinggi)
·
Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
·
Merencanakan kegiatan dan waktu
untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak
|
4.
Keluarga dengan anak usia sekolah
|
·
Membantu sosialisasi anak
terhadap lingkungan luar rumah, sekolah, dan lingkungan lebih luas (yang
tidak kurang diperoleh dari sekolah atau masyarakat)
·
Mempertahankan keintiman pasanga
·
Memenuhi kebutuhan yang
meningkat, termasuk biaya kehidupan dan kesehatan anggota keluarga
|
5.
Keluarga dengan anak remaja
|
·
Memberikan kebebasab yang
seimbang dan bertanggung jawab mengingant remaja adalah seorang dewasa muda
dan mulai memiliki otonomi
·
Mempertahankan hubungan intim
dalam keluarga
·
Mempertahankan komunikasi terbuka
anatara anak dan orang tua. Hindarkan terjadinya perdebatan, kecurigaan, dan
permusuhan.
·
Mempersiapkan perubahan sistem
peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk memenuhi kebutuhan
tumbuh-kembang anggota keluarga
|
6.
Keluarga mulai melepas anak
sebagai dewasa muda
|
·
Memperluas jaringan keluarga dan
keluarga inti menjadi keluarga besar
·
Mempertahankan keintiman pasangan
·
Membantu anak untuk mandiri
sebagai keluarga baru di masyarakat
·
Penataan kembali peran orang tua
dan kegiatan di rumah
|
7.
Keluarga usia pertengahan
|
·
Mempertahankan kesehatan individu
dan pasangan usia pertengahan
·
Mempertahankan hubungan yang
serasi dan meuaskan dengan anak-anaknya dan sebaya
·
Meningkatkan keakraban pasangan
|
8.
Keluarga usia tua
|
·
Mempertahankan suasana kehidupan
rumah tangga yang saling menyenangkan pasangannya
·
Adaptasi dengan perubahan yang
akan terjadi : kehilangan pasangan, kekuatan fisik, dan penghasilan keluarga
·
Mmpertahankan keakraban pasangan
dan saling merawat
·
Melakukan life review masa lalu
|
TUGAS KELUARGA DI
BIDANG KESEHATAN
Sesuai
dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang
kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi;
1. Mengenal
masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak
boleh diabaikan kerena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan
karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga
habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang
dialami anggota keluarga. Perubahan kecil apapun yang dialami anggota keluarga
secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua/keluarga. Apabila menyadari
adanya perubahan keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang
terjadi, dan seberapa besar perubahannya.
2. Memutuskan
tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga
yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,
dengan pertimbangan siapa di antara keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang
dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi
atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta
bantuan kepada orang dilingkungan tempat tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.
3. Merawat
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Sering kali keluarga telah
mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan
yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga
yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau
perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat
dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau dirumah apabila keluarga
memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
4. Memodifikasi
lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.
5. Memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Setyowati.
Sri. 2008. Asuhan Keperawatan Keluarga :
Konsep dan Aplikasi Kasus. Jogjakarta: Mitra Cendikia.
Setiawaty.
Santun. 2008. Penuntun Praktis Asuhan
Keperawatan Keluarga. Jakarta: Trans Info Media.
Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta:
EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar